Tata Letak Rumah Sakit II
Berpacu Membangun Rumah Sakit
Oleh Yusuf Assidiq
Rumah sakit merupakan salah satu institusi paling berkembang pesat di dunia Islam pada abad pertengahan. Cendekiawan Aydin Sayili melalui tulisannya, The Emerge of the Prototype of the Modern Hospital in Medieval Islam, mengatakan, perkembangan itu merupakan prestasi yang luar biasa.
Apalagi, pada masa-masa selanjutnya, rumah sakit yang dikelola umat Islam menjadi acuan rumah sakit modern pada zaman kini. Beberapa rumah sakit dengan kualitas nomor satu bermunculan. Salah satunya, al-Nuri yang berada di Damaskus, Suriah. Rumah sakit ini dibangun pada 1154 Masehi oleh Nurudin Mahmud Zangi bin Aksungur.
Tak sedikit para penguasa dan pejabat tinggi yang dirawat di rumah sakit itu, salah satunya adalah Raja Mesir Mansur Qalawun (1279-1290). Terinspirasi kehebatan dan prestasi RS al-Nuri, Raja Mansur lantas memerintahkan agar rumah sakit sejenis didirikan di Kairo, Mesir. Lalu, berdirilah Rumah Sakit Mansuri.
Segera saja institusi ini menjelma sebagai salah satu rumah sakit terlengkap dan termodern di wilayah Islam. Rumah Sakit Baghdad menambah deretan rumah sakit penting. Ini dibangun pada masa Khalifah Harun al-Rasyid. Juga ada RS Ahmad bin Tulun di Kairo.
Pengembangan institusi rumah sakit gencar dilakukan sepanjang abad 8 dan 12. Dalam buku Atlas Budaya Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang, Ismail dan Lois Lamya al-Faruqi menjelaskan banyaknya sarana pendukung rumah sakit. Ada sarana rekreasi, toko obat, dapur, pabrik pembuatan pakaian, hingga perpustakaan.
Menurut sejarawan David T Tschanz dalam Medieval Islamic Hospitals and Medical Schools, rumah sakit di dunia Islam ikut andil dalam mempromosikan pentingnya hidup sehat. “Untuk mencapai masyarakat di level terbawah, rumah sakit pun membentuk semacam klinik berjalan,” ujarnya.
Hingga abad ke-12, sebanyak 32 rumah sakit besar tersebar di seluruh jazirah Arab, adapun di Andalusia terdapat setidaknya lima rumah sakit. Fasilitas itu dibuka selama 24 jam dan melayani tak hanya Muslim, tetapi juga non-Muslim. ed: ferry kisihandi
Komentar
Posting Komentar