http://sphotos-c.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc7/427962_10151039183885658_350621535_n.jpgPiri Reis adalah penulis Kitab-i Bahrie, salah satu buku navigasi pra-modern paling terkenal, termasuk peta dunia yang ada didalamnya. Meskipun ia bukan seorang penjelajah dan tidak pernah berlayar ke Atlantik, ia menyusun lebih dari dua pu
luh peta yang berasal dari Arab, Spanyol, Portugis, Yunani lama, Cina, dan India, menjadi representasi komprehensif dari dunia yang dikenal di jamannya.

Karya ini termasuk garis pantai yang baru dieksplorasi dari kedua benua Afrika dan Amerika, di dalam Peta Dunia pertamanya tahun 1513, ia menuliskan deskripsi "tanah ini dan pulau-pulau yang diambil dari peta Christopher Columbus." Dalam teks itu, ia juga menulis bahwa ia menggunakan "peta yang digambar dalam waktu Alexander Agung" sebagai sumber.

Read More......

Menuju Arsitektur Rumah Tinggal Islami

Diposting oleh MUHAMMAD ZIYAD ALQASSAM | 05.31 | | 0 komentar »

By On April 10, 2012
 
Budi Fathony,  Arsitektur Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang. Email budifathony21(at)yahoo.co.id
Peran arsitek dihadapkan dalam perencanaan dan perancangan arsitektur dituntut untuk lebih teliti dan tanggap terhadap lingkungan, kepuasan arsitek tidak sekedar wujud akhir disain apalagi tujuannya hanya materi semata. Tetapi mampu memberikan kepuasan pemakai secara individu maupun kelompok. Walaupun  proses yang dilakukan cukup lama namun konsep disain lebih dipertanggungjawabkan.
Penyelesaian komponen bangunan selalu disesuaikan dengan fungsi, lingkungan, perkembangan teknologi dan tata nilai yang ada pada masyarakat.
Karakter atau sifat suatu bangunan akan memberi dampak pada perkembangan pola hidup kebutuhan manusia dan lingkungannya.
Kenyataan adanya dialog antara bangunan dan lingkungan, mengharuskan para arsitek untuk dapat menjadi perencana setidak-tidaknya dapat menguasai atau mengerti masalah-masalah lingkungan kota maupun wilayah.
Karenanya perancangan suatu bangunan tidak dapat dilepaskan dari perancangan lingkungan maupun kota dan bila mungkin wilayahnya.
Seringkali karya arsitektur tidak cocok untuk suatu tempat cenderung dipaksakan dengan lingkungan yang ada, bahkan merubah tata ruang kawasan, kasus ini sering kali muncul disekitar kita pada bangunan berskala kecil maupun besar.
Sebaiknya  arsitek mampu membaca latar belakang sosial dan budaya, pemilik dapat menyampaikan informasi sejelas-jelasnya dengan konsep pada surat Al-Alaq ayat 1 ”Iqro’ bismi-robbikal ladzii khalaq artinya Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan”.
Walaupun arsitek dan pemilik mempunyai persepsi yang beda, diharapkan arsitek mampu menjadi komunikator yang baik dan  netral, untuk dapat menghasilkan suatu karya baik pula.
Kebanyakan manusia sebagai pemilik dan pemakai adalah berpikir secara verbal, hanya menilai obyek pada segi estetika saja, sedangkan arsitek selalu menggunakan bahasa gambar sebagai wujud akhir disain agar lebih mudah dicerna, Allah SWT selalu mengingatkan pada surat Al-Alaq ayat 5 “Allamal insaanaa maa lam ya’lam artinya Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui(nya)” disadari bahwa manusia sebenarnya tidak mempunyai kemampuan jika Allah SWT tidak berkehendak (Al-Alaq ayat 2 “Khalaqal insaana min alaq artinya Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”), belum tentu menjamin untuk diwujudkan semua karya-karya tersebut jika Allah SWT  belum meridhoi dengan belajar dari  pengalaman sebagai proses agar hasil akhir disain mempunyai jatidiri yang Islami.
Lingkungan yang baik tentunya akan menghasilkan prilaku manusia yang baik pula, dapat memberikan rasa aman dan nyaman secara psikologi demikian sebaliknya. Peran arsitek ternyata tidak cukup sekedar dapat melakukan tahap proses hingga terwujud, tetapi selama bangunan masih berfungsi, kokoh adalah menjadi tanggung jawab arsitek.

Read More......

Tata Ruang, Pembangunan dan Konversi Lahan Dalam Islam

Diposting oleh MUHAMMAD ZIYAD ALQASSAM | 04.41 | | 0 komentar »


Oleh: Hafidz Abdurrahman
Para ulama kaum Muslim telah menulis masalah ini dalam kitab fikih. Ada yang menyatu dengan pembahasan lain, dan ada yang benar-benar terpisah dan menjadi pembahasan tersendiri dalam satu kitab. Pembahasan tentang tata ruang, pembangunan dan konversi lahan telah dibahas oleh al-Mawardi dalam kitabnya, al-Ahkam as-Sulthaniyyah dan al-Farra dalam kitab dengan judul yang sama, ketika mereka membahas Qadhi Hisbah. Sedangkan Ibn ar-Rami secara khusus menulis kitab dalam masalah ini dengan judul, al-I’lan bi Ahkami al-Bunyan. Kitab yang terakhir ini bahkan dianggap sebagai kitab fikih bangunan (fiqh al-bunyan) dan infrastruktur secara umum.
Landscape Tata Ruang Era Islam
Landscape tata ruang dan pembangunan kota di zaman Islam bisa ditarik ke belakang sejak Nabi SAW hijrah ke Madinah, yang menjadi kota baru, bahkan ibukota Negara Islam pertama. Ketika Nabi SAW membangun Madinah al-Munawwarah sebagai pusat pemerintahan Negara Islam, baginda SAW telah menetapkan empat unsur pokok dalam tata ruang dan pembangunan kota ini. Pertama, masjid jami’, yaitu Masjid Nabawi. Kedua, kediaman sang pemimpin agung, baginda Nabi SAW yang berdekatan dengan Masjid Nabawi. Ketiga, pasar, yang kemudian dikenal dengan Suqu an-Nabi (pasar Nabi). Keempat, pemukiman penduduk yang dihuni berbagai kabilah.
Dengan prinsip yang sama, ketika menjadi Khalifah, Umar bin al-Khatthab, membangun sejumlah kota baru, seperti Kufah, Bashrah dan Fusthath. Sekali lagi, empat unsur pokok di atas, yaitu masjid jami, kediaman sang pemimpin yang berdekatan dengan masjid, pasar, pemukiman penduduk yang dihuni berbagai kabilah selalu menjadi model tata ruang yang diwujudkan dalam pembangunan kota-kota tersebut.

Read More......