Sebuah bangunan tak didominasi fungsi. Ada pula simbol dan keindahan rancangan yang membalutnya. Demikian pula Madrasah Karatay. Madrasah yang dibangun di Konya pada 1251 Masehi ini menjadi pertanda bagi pencapaian kemajuan peradaban Muslim.
Madrasah ini dibangun oleh Celaleddin (Jalaluddin) Karatay. Ia seorang wazir Sultan Izzeddin Keykavus. Sosok yang berjasa dalam merancang dan menghadirkan keindahan pada bangunan itu adalah Muhammad bin Hawlan Al Dimiski.
Pada mulanya, pembangunan dilakukan untuk merespons kebutuhan pendidikan. Dinasti Seljuk yang berkuasa saat itu, berkeinginan masyarakatnya memiliki akses pendidikan yang baik sehingga tradisi keilmuan bisa berkembang pesat.
Dan sebenarnya, semula pembangunan dihadapkan pada masalah luas lahan yang tersedia. Menurut R A Jairazbhoy dalam An Outline of Islamic Architecture, lahan yang ada tak terlalu luas. Namun, justru inilah yang menjadi pintu masuk keindahan Madrasah Karatay.
Sang arsitek, Muhammed bin Hawlan Al Dimiski, mulai menuangkan keahliannya. Ia merancang sebuah bangunan tertutup dengan sebuah iwan tunggal. Iwan merupakan ruangan besar berbentuk persegi panjang yang memiliki dinding tinggi besar beratap kubah dengan ukuran besar.
Kubah itu berlubang di bagian tengahnya sebagai tempat masuknya cahaya matahari. Di bawah kubah terdapat kolam untuk wudhu. Dimiski mampu mengatur seluruh unit bangunan dan menghadirkan beragam fungsi optimal pada bangunan madrasah yang relatif kecil itu.
Rancangan ini menunjukkan fitur asli dari bangunan-bangunan di Anatolia dan dilestarikan dalam arsitektur era Kekaisaran Turki Usmani. Menurut Jairazbhoy, Madrasah Karatay juga dikenal karena penggunaan rancangan pendetive.
Ini merupakan kerangka yang berfungsi untuk menyangga kubah-kubah besar. Penggunaan pendetive ini berasal dari Suriah dan bisa dilihat pula pada  bangunan di Aleppo, yaitu Makam Ibrahim yang dibangun oleh Emir Nur Al Din pada 1168 Masehi dan Madrasah Shad Bakh.


Di masa selanjutnya, pendetive ini menjadi elemen yang sangat penting dari perkembangan arsitektur Turki Usmani. Pada pendetive itu tertoreh tulisan yang berisi nama-nama para rasul yang terkenal, seperti Muhammad SAW, Isa AS, Musa AS, Ibrahim AS, dan Nuh AS.
Skema dekoratif lainnya berupa ayat-ayat Alquran di bagian kaki kubah yang ditulis dalam bentuk kaligrafi Kufi dengan warna emas. Sementara itu, bagian ketiga dari bangunan Madrasah Karatay adalah keberadaan sejumlah kamar berukuran kecil yang ada di sekitar ruang utama.
Kamar itu diperuntukkan bagi para siswa yang belajar dan tinggal di Madrasah Karatay. Kamar dibangun di sepanjang sisi mengelilingi ruang utama. Ada tiga hingga empat kamar pada setiap sisi ruang utama yang dilengkapi hiasan dan mebel agar nyaman bagi siswa madrasah.
Sementara itu, di sebelah selatan madrasah terdapat portal utama. Portal ini terdiri atas bola batu berwarna putih dan abu-abu yang disusun dalam pola geometris berbentuk empat persegi panjang dan garis berpotongan yang sangat mirip skrip Kufi.
Skema yang sama juga diterapkan pada hiasan lengkungan pintu. Para seniman yang menghias madrasah itu, diyakini telah membuat atau setidaknya mempelajari portal yang terdapat pada Masjid Al Din, yang dibangun antara 1156 hingga 1220 di daerah dekat Konya.
Menurut E Herzfeld dalam Damascus: Studies in Architecture>, bangunan portal ini juga memiliki kaitan dengan Aleppo, Suriah. Paling tidak, kata dia, marmer yang digunakan untuk melapisi portal itu berasal dari wilayah tersebut.
Terbukti, pelapisan portal dengan marmer juga digunakan pada bangunan Masjid Jami Al Firdaus di Aleppo. Pada bangunan portal juga disematkan simbol dalam bentuk gambar timbul, yakni dalam bentuk hewan berupa naga, singa, dan elang berkepala dua.
Selain kegemilangan Dimiski, sang arsitek memanfaatkan lahan yang tak begitu luas menjadi bangunan yang sangat fungsional. Desain dan dekorasi Madrasah Karatay menjadi penanda kegemilangan arsitektur pada masa tersebut yang telah dikembangkan selama 300 tahun.
Penyusunan ubin di Madrasah Karatay juga dianggap sebagai sesuatu yang sangat bagus. Penyusunan ubin di madrasah itu dilakukan dengan sangat rapi. Tak hanya lantai madrasah yang tertutup ubin, tapi bagian dinding juga berhiaskan ubin indah. Umumnya, berwarna biru tua.
Puncak keindahan dari hiasan permukaan tersebut ditemukan dalam kubah besar yang menjadi atap ruang utama. Kubah tersebut dihiasi dengan mosaik raksasa yang terbuat dari ubin berkilauan dengan warna biru, hitam, dan putih.
Bahkan, sejumlah kalangan menyatakan, Madrasah Karatay merupakan museum yang nyata dalam segi penyusunan ubin di masa Seljuk. Di kemudian hari, kenyataan ini mendorong Pemerintah Turki untuk mengubah madrasah ini menjadi museum nasional penyusunan ubin pada 1956. ed: ferry
Pengaruh Sufisme


Kubah, karib dengan bangunan-bangunan di dunia Islam. Demikian pula dengan Madrasah Karatay. Kubah menjadi bagian dari bangunan tersebut. Tidak hanya di bagian utama bangunan kubah ini ada, tetapi juga di portal madrasah.
Kubah yang disangga pilar ini merupakan simbol hubungan manusia dengan Tuhannya. Ini merupakan tradisi Sufi. Sangat beralasan tradisi tersebut meresap ke dalam bangunan dengan bentuk kubah sebab pada periode itu, Sufisme sedang mengalami perkembangan pesat.
Tradisi Sufisme dalam bangunan Madrasah Karatay juga terdapat pada bagian kisi-kisi, yang motifnya dikenal sebagai swastika. Tujuan pembuatan hiasan seperti itu untuk menekankan pada kesan mistik yang dilahirkan oleh kubah.
Sebab, para sufi banyak mendapatkan pengalaman mistik ketika menjalani kehidupan spiritualnya. Muhammad bin Hawlan Al Dimiski, yang merancang Madrasah Karatay, sengaja mengenalkan simbol-simbol para Sufi ke bangunan madrasah itu.
Dengan demikian, Dimiski berkeinginan dirinya dapat selalu mengingat perjalanan spiritual para Sufi. Di sisi lain, melalui rancangannya, Dimiski menekankan perlunya mengenal kelompok-kelompok Sufi dan pengalaman spiritual mereka.

0 komentar

Posting Komentar