Menuju Arsitektur Rumah Tinggal Islami
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Written by: budifathony on April 10, 2012.
Budi Fathony, Arsitektur Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang. Email budifathony21(at)yahoo.co.id
Peran arsitek dihadapkan dalam perencanaan dan perancangan arsitektur dituntut untuk lebih teliti dan tanggap terhadap lingkungan, kepuasan arsitek tidak sekedar wujud akhir disain apalagi tujuannya hanya materi semata. Tetapi mampu memberikan kepuasan pemakai secara individu maupun kelompok. Walaupun proses yang dilakukan cukup lama namun konsep disain lebih dipertanggungjawabkan.
Penyelesaian komponen bangunan selalu
disesuaikan dengan fungsi, lingkungan, perkembangan teknologi dan tata
nilai yang ada pada masyarakat.
Karakter atau sifat suatu bangunan akan memberi dampak pada perkembangan pola hidup kebutuhan manusia dan lingkungannya.
Kenyataan adanya dialog antara bangunan dan
lingkungan, mengharuskan para arsitek untuk dapat menjadi perencana
setidak-tidaknya dapat menguasai atau mengerti masalah-masalah
lingkungan kota maupun wilayah.
Karenanya perancangan suatu bangunan tidak dapat dilepaskan dari perancangan lingkungan maupun kota dan bila mungkin wilayahnya.
Seringkali karya arsitektur tidak cocok
untuk suatu tempat cenderung dipaksakan dengan lingkungan yang ada,
bahkan merubah tata ruang kawasan, kasus ini sering kali muncul
disekitar kita pada bangunan berskala kecil maupun besar.
Sebaiknya arsitek mampu membaca latar
belakang sosial dan budaya, pemilik dapat menyampaikan informasi
sejelas-jelasnya dengan konsep pada surat Al-Alaq ayat 1 ”Iqro’ bismi-robbikal ladzii khalaq artinya Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan”.
Walaupun arsitek dan pemilik mempunyai
persepsi yang beda, diharapkan arsitek mampu menjadi komunikator yang
baik dan netral, untuk dapat menghasilkan suatu karya baik pula.
Kebanyakan manusia sebagai pemilik dan
pemakai adalah berpikir secara verbal, hanya menilai obyek pada segi
estetika saja, sedangkan arsitek selalu menggunakan bahasa gambar
sebagai wujud akhir disain agar lebih mudah dicerna, Allah SWT selalu
mengingatkan pada surat Al-Alaq ayat 5 “Allamal insaanaa maa lam ya’lam artinya Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui(nya)” disadari bahwa manusia sebenarnya tidak mempunyai kemampuan jika Allah SWT tidak berkehendak (Al-Alaq ayat 2 “Khalaqal insaana min alaq artinya Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”),
belum tentu menjamin untuk diwujudkan semua karya-karya tersebut jika
Allah SWT belum meridhoi dengan belajar dari pengalaman sebagai proses
agar hasil akhir disain mempunyai jatidiri yang Islami.
Lingkungan yang baik tentunya akan
menghasilkan prilaku manusia yang baik pula, dapat memberikan rasa aman
dan nyaman secara psikologi demikian sebaliknya. Peran arsitek ternyata
tidak cukup sekedar dapat melakukan tahap proses hingga terwujud, tetapi
selama bangunan masih berfungsi, kokoh adalah menjadi tanggung jawab
arsitek.
Sebagai home base, rumah tinggal mempunyai
makna sebagai wadah qolbu dalam rumah tangga yang berfungsi tempat
menenangkan jiwa, hati, dan raga manusia.
Tata ruang dalam rumah tinggal Islami dapat
mencerminkan nilai-nilai hidup untuk selalu berupaya menjaga dan
memperindah lingkungannya, baik fisik maupun spirit ibadahnya, baik yang
menyangkut tata cara, cita-cita dan nilai-nilai budaya Islami.
Rumah tinggal bagian dari arsitektur yang
oleh manusia dibangun melalui proses budaya yang dimiliki, proses
tersebut menunjukkan pula bahwa rumah tidak tumbuh dengan sendirinya
melainkan oleh manusia yang mendapat aqidah dan moral yang baik dari
Allah SWT, hal ini yang mendasari proses rancang tumbuhnya rumah tinggal
bagi manusia dengan segala penutup auratnya.
Kebutuhan akan papan adalah penting
disamping kebutuhan sandang dan pangan yang tidak dapat dipisah, karena
rumah tinggal sebagai tempat pertemuan anggota keluarga suami, istri dan
anak-anaknya, tempat peristirahatan mencari ketenangan lahir batin yang
memiliki kehormatan sesuai dengan ajaran syariat dan tempat untuk
mencari ridho melalui ibadah kepada Allah SWT.
Dalam Surat An-Nahl:80, Allah berfirman yang artinya :“Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal..”
Terbentuknya rumah tinggal tentunya tidak sekedar adanya
struktur-konstruksi yang mendukung dinding, lantai dan atap, tetapi
dibuat serangkaian tujuan yang sangat kompleks, sehingga peran serta
pemilik, arsitek tentunya mampu mewujudkan rancangan lebih manusiawi
karena berfungsi untuk manusai.
Dengan ide, gagasan dan imajinasi dalam pengupayaan ruang dan bentuk lebih terkonsep berdasarkan kaidah-kaidah Islami.
Rumah tinggal juga sebagai kehormatan untuk
pemiliknya, sebagai contoh seseorang tidak boleh masuk rumah orang lain
tanpa ijin pemilik dan penghuninya. Bila tidak diijinkan atau minta
ijin tiga kali tetapi tidak dijawab hendaklah ia meninggalkan rumah
tersebut, Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum minta ijin dan
memberi salam kepada penghuninya, yang demikian itu lebih baik bagimu,
agar kamu selalu ingat. Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya,
maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat ijin. Dan jika dikatakan
kepadamu”kembali (saja)lah”, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih
bersih bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (An-Nur
:27-28)
Demikian terhormat dan santunnya prilaku
bagi manusia yang bukan haknya masuk rumah orang lain tanpa seijin
pemilik, hal ini semata untuk saling menjaga ketenteraman dan keamanan
bermasyarakat yang diinginkan semua orang. Tata cara yang diajarkan
Allah SWT untuk memberikan pendidikan dalam etika moral secara Islami
untuk kemaslahatan bagi manusia juga.
Kenyataan bahwa di beberapa rumah tinggal
disekitar lingkungan kita yang mayoritas kaum muslim belum menampakkan
jatidiri fisik yang Islami, cenderung mementingkan diri dari segi
tampilan yang berlebihan, egois.
Diingatkan dalam Surat Al-‘Alaq ayat 6
“Kal-laa in-nal insaana layadh-ghaa”, artinya ketahuilah! Sesungguhnya
manusia benar-benar melampaui batas” memang sulit
membedakan antara rumah tinggal dengan bangunan bercorak “istana”
kolom-kolom yang menjulang tinggi, dengan atap dan ukiran dari Spanyol
(sparo-nyolong?).
Memilih tetangga sekitar rumah tinggal
lebih utama, dibanding menentukan lokasi rencana rumah tinggal.
Keberadaan tetangga memiliki pengaruh besar terhadap kekerabatan antar
tetangga, untuk bersilaturrahim pada kegiatan sehari-hari dalam
bersosialisasi dan budaya.
Memilih lokasi rumah dengan baik dan
memperindah rancangannya, tidak diragukan bahwa seorang muslim yang
sebenarnya akan menaruh perhatian pada cara pemilihan rumah dan
merancangnya, yaitu perkara yang tidak akan diperhatikan mereka.
Sebaiknya lokasinya dekat masjid, dalam hal
ini terdapat berbagai faedah yang amat besar nilainya. Akan lebih
memungkinkan para lelaki melaksanakan shalat jamaah dan para wanita
untuk mendengarkan tilawah Al-Quran dan dzikir melalui pengeras suara.
Hal ini jika dilihat dari keadaan
rumah-rumah tinggal sekarang yang semakin berdekatan, seperti kompleks
perumahan tentunya sangat berbeda dalam kegiatan sosial pada hunian flat
atau apartemen. Berbeda jauh jika di perkampungan relatif sikap
gotong-royongnya yang tinggi.
Hendaknya rumah tinggal tidak berada pada
bangunan yang ada kefasikan padanya, atau berada pada kompleks perumahan
yang ada orang-orang kafir atau tempat maksiat.
Pelajari lebih awal untuk menentukan dimana
lahan yang akan dibangun dengan berbagai dokumen resmi. Diharapkan
tidak menimbulkan masalah dikemudian hari, kemudahan mendapatkan bahan
bangunan, sarana dan prasarana jalan tidak mengganggu sirkulasi umum.
Sebelum membangun, sebaiknya arsitek mampu
membuat rencana yang matang baik dari segi teknis, bukan non teknis yang
bercampur klenik terutama pada saat menentukan hari menggali tanah,
pasang konstruksi atap dan sebaginya karena sama sekali tidak ada
hubungan dengan kekuatan konstruksi dan keindahan arsitekturnya.
Memberikan saran-saran yang baik dan netral
kepada pemilik dengan tujuan tanggung jawab teknis, hal ini di dukung
dengan sabda Rasulullah saw:
“Barangsiapa membangun suatu bangunan
melebihi keperluannya (artinya bermegah-megahan) maka Allah akan
menyuruhnya memikulnya di atas pundaknya pada hari kiamat” (HR.Thabrani)
Membangun rumah diharapkan dananya harus
dari harta yang halal dan bersih, bukan menggunakan uang riba yang akan
mengakibatkan murka Allah SWT. Dan yang ini akan berakibat fatal
terhadap ujian dunia berupa sakit dan sering timbul konflik dalam
membangun rumah tangga.
Perencanaan bangunan selalu berbicara
tentang konsep ruang dan massa bangunan. Rupanya sejak filsuf Lao-Tzu
dan Plato memulai memasalahkan konsep ruang dan konsep massa bangunan,
sejak itu perbedaan pendapat itu selalu diperhatikan dengan teliti oleh
arsitek.
Lao-Tzu bertolak pada dasar TAO (The way of becoming) yang menekankan bahwa “yang tiada itu, adalah utama dalam membuat sesuatu bentuk nyata”, sedangkan Plato mendasarkan filsafatnya pada kenyataan bahwa “hanya sesuatu yang dapat diraba yang dianggap nyata”
ini menjadi pertentangan antara filsafat timur dan barat, sebagai
masyarakat timur dan Islami tentunya dapat menerapakan konsep tersebut
diatas bahwa “yang tiada itu..” justru Allah SWT selalu ada
yang lebih dekat dan mempunyai ruang disegala tempat melalui qalbu dan
otak yang diciptakan untuk menggerakkan setiap langkah manusia.
Penataan ruang dalam adalah utama ditinjau dari segi hirarki dan karakter diantaranya (hal
ini sama sekali tidak ada hubungan dengan fengsui atau hongsui!, karena
bukan faham Islami, walaupun sebagian orang Islam masih menganut ini); terras
depan, ruang tamu, ruang tidur utama (orang tua), ruang tidur anak
(masih lajang), ruang sholat dengan tempat wudhu, ruang makan (ruang
keluarga), dapur, ruang tidur pembantu, garasi, dan gudang ruang
pembantu, dan kamar mandi/wc.
Luas tanah yang ada dibangun total
alasannya demi keamanan pandangan kiri-kanan, sehingga tampilan samping
bangunan tidak menyatu. Kurangnya memperhatikan ruang terbuka,
ketinggian bangunan yang nyaris menjadi tidak seimbang dengan lingkungan
sekitarnya pada akhirnya disain arsitekturanya tidak total pada setiap
tampang bangunannya,
Wujud akhir bangunan mewah berdampak
timbulnya kecemburuan sosial, karena pemilik tidak sekedar mampu
membangun tetapi bagaimana menciptakan keserasian ekologi lingkungan.
Bahkan belum terpikirkan dari segi
perawatan, penempatan material bangunan diharapkan tidak mengganggu
halaman orang lain atau fasilitas umum, perlunya proses ijin tetangga
kiri-kanan dan muka-belakang guna menjaga ketentraman bermasyarakat.
Islam tidak bertentangan dengan apa yang
telah dicapai oleh perkembangan Ipteks tentang seni arsitektur, bahkan
Islam menuntut tiap muslim agar mengikuti teknologi dan syarat-syarat
ilmiah dan alamnya bagi pembangunan rumah tinggal untuk mengamankan dan
menyenangkan bagi penghuninya.
Posisi letak bangunan sangat berpengaruh
terhadap kondisi udara di dalam ruang, pada disain tata ruang dalam
tentunya tidak sama dengan posisi arah orientasi bangunan ke arah utara,
selatan, timur dan barat.
Dalam menyambut hari Idul Fitri 1427 H kali
ini, dapatlah menjadi evaluasi qalbu dalam berprilaku juga bagaimana
hubungan dengan evaluasi purna huni yang ada, tidaklah harus renovasi
total pada penataan ruang, cukup ada perubahan posisi tata letak
perabotan yang ada, perlu ada pembersihan atau pengecatan.
Sebaiknya macam dan kebutuhan perabotan
menyesuaikan ruang yang tersedia karena hubungan dengan tata letak
perabotan dan sirkulasi ruang dalam.
Hal ini semata untuk memberikan suasana
beda dan lahir fitrah kembali dengan kebersihan, kedamaian dan
kebahagiaan dalam menerima kunjungan silaturrahim bermasyarakat untuk
saling menerima dan memberikan maaf selama hidup bertetangga.
Persiapan-persiapan menyambut datangnya
Idul Fitri tidak harus ada pergantian total, tentunya sesuai dengan
kemampuan ekonominya, walhasil berakhir dengan beban hidup semakin
bertambah setelah Idul Fitri hanya mengejar gengsi dan takut dianggap
miskin.
Terpenting adalah bagaimana menciptakan
suasana didalam hati dan rumah tinggal sebagai salah satu wujud
keberhasilan ibadah kepada Allah SWT selama sebulan penuh beribadah
ramadhan.
Dalam perencanaan bangunan sebaiknya diperhatikan :a). Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kenyaman dan kemampuan mental dan fisik
penghuni : radiasi matahari, kesilauan, temperatur dan perubahan
temperatur, curah hujan, gerakan udara, pencemaran udara; b). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keselamatan bangunan : gempa bumi, badai, hujan lebat dan banjir, gelombang pasang; c). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerusakan bangunan dan pelapukan bahan bangunan lebih awal : faktor-faktor pada butir (b), intensitas
radiasi matahari yang kuat, kelembaban udara dan kondensasi yang
tinggi, badai debu dan pasir, dan kandungan garam dalam udara.
Demikian halnya rumah merupakan nikmat
Allah SWT, ketenangan jiwa merupakan tujuan adanya tempat tinggal dengan
perencanaan tata ruang dalam yang terkait dengan kebutuhan ruang karena
jumlah anggota keluarga, pilihan jumlah perabot dan peralatan rumah
tangga juga untuk menunjang kesenangan dan ketenangan. Bisakah
ketenangan atau ketentraman tampak bila di dalamnya banyak percekcokan
dan permusuhan, atau terisi oleh tata cara jahiliyah?.
Agar dapat diterima secara universal maka perlu diperhatikan : a). Menyesuaikan
antara wujud tampang bangunan (gaya arsitektur) dengan disain tata
ruang dalam, sehingga suasana ruang dalam akan menyatu dengan pilihan
model perabotan; b). Berlebihan pada tampilan ruang dalam karena tidak terencana dengan baik, karena sewaktu-waktu jika bosan mudah dirubah; c). Terdapat beberapa rancangan perabotan dari merek yang terkenal, ternyata kurang nyaman pada ukuran dengan besaran ruang; d). Ketergantungan pada produk serba mekanis, sehingga terjadinya krisis energi yang sebenarnya untuk kenyamanan semata.
Harapan Wujud Rumah Tinggal Secara
Arsitektur Islami antara lain: a). Orientasi atau sumbu imajiner tempat
sholat diutamakan menghadap QIBLAT, sehingga garis tersebut siku 90
derajat terhadap perencanaan tata ruang dalam rumah tinggal. (Yunus ayat
87 ”…dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat untuk shalat…”; b). Ketinggian
pagar halaman depan sebaiknya tidak tertutup penuh tampang bangunan
(solusi disain), agar dapat memperlihatkan wujud bangunan dengan ciri
rumah tinggal secara jelas (bukan maksud riya’). Perlu ada perbedaan
yang tegas pada disain antara pagar bangunan sebagai pembatas atau
pengaman; c). Secara
ideal luas bangunan berkisar antara 40%-60% dari luas lahan dengan
ketentuan : ada sempadan depan dan belakang dengan halaman; lebih
asri jika halaman di rencanakan adanya taman, sehingga setiap sisa
tanah tidak tertutup bangunan yang berfungsi sebagai serapan air hujan; jika
memungkinkan ada jarak bangunan minimal 1 meter pada kiri-kanan
bangunan, untuk sirkulasi udara dan kemudahan jika terjadi kebakaran.
Penempatan septicktank dan sumur peresapan di dalam halaman sendiri; saluran air kotor depan rumah tinggal selalu di perhatikan kebersihan dan kelancaran air pembuangan; saluran air kotor harus tertutup dan tidak rusak; Tidak menggunakan halaman umum dan tetangga untuk keperluan penempatan bahan bangunan jika saatnya ada pelaksanaan.
Ketinggian bangunan sebaiknya
menyesuaikan kebutuhan ruang di dalam agar proses pelaksanaan tidak
mengganggu tetangga, apalagi dinding bangunan yang bersebelahan sengaja
dibuat lubang angin atau jendela; Penempatan jemuran yang berada di lantai ke 2 sebaiknya nyaman dan aman pandangan tetangga; Penempatan tempat sampah sebaiknya terecana, tertutup dari pandangan dan dihalaman sendiri.
Pembagian ruang terdiri atas daerah
(zonning), guna kejelasan posisi dan karakter masing-masing ruang
diantaranya ruang publik : akses jalan utama; ruang semi publik : halaman dan terras depan; ruang semi private : ruang tamu; ruang private sedang : ruang keluarga, ruang makan; ruang private : ruang tidur utama dan anak; ruang sakral dan: ruang sholat; ruang profan : kamar mandi dan wc .
Posisi penempatan Water Closed (kamar kecil) dihindari untuk tidak menghadap dan membelakangi kiblat. (HR. Muslim: “Jika kamu jongkok untuk melakukan hajat, maka janganlah menghadap dan membelakangi arah kiblat”).
Jika perlu?, ruang tidur utama dekat dengan
km/wc atau (direncanakan km/wc dalam) selama dapat menjaga kebersihan
dan sirkulasi udara nyaman, atau dapat direncanakan pada bagian
belakang.
Ruang makan sebaiknya dihindari pandangan
langsung dari ruang tamu atau dengan penyekat transparan. Posisi pintu
utama rumah tinggal sebaiknya tidak menghadap langsung ke jalan umum
guna menghindarkan pandangan langsung dari jalan umum. Alternatif
penempatan bisa dilakukan dengan serong atau kesamping.
Hal ini memang harus diwujudkan dengan
bahasa disain, karena masing-masing pemilik mempunyai konsep tinggal
arsitek harus mampu menjawab keingingan pemilik.
Semua pintu ruang tidur sebaiknya tidak
menghadap langsung ke ruang tamu, demikian pintu km/wc jika perlu ada
penutup tambahan atau tirai. (HR. Abu Daud : Dari Abu Hurairah r.a.
berkata, Nabi Muhammad SAW, bersabda “Barangsiapa melaksanakan hajatnya,
maka hendaklah bertutup-tutup”.
Penerangan ruang dalam sebaiknya lebih
banyak sinar alami, jika ada penerangan buatan secukupnya. Penempatan
jendela dan lubang sirkulasi disesuaikan dengan luas ruang yang di
pakai, sebaiknya ada sirkulasi udara sebagai pergantian udara sekaligus
untuk mengeringkan ruang yang lembab.
Tata ruang dalam rumah tinggal sangat
terkait dengan karakter si pemilik, sehingga pilihan perabotan tidak
semudah dipilih berdasarkan selera hasil disain produk walaupun merek
terkenal dan mampu membeli.
Pemasangan asesoris gambar sebagai
pelengkap ruang sebaiknya dengan kaligrafi untuk menampilkan ciri
sebagai orang Islam, jika dpilih gambar pemandangan agar suasana lebih
sejuk. “Nabi Muhammad SAW bersabda:” Telah datang malaikat Jibril kepadaku; “tadi
malam aku datang kepadamu, tetapi aku terhalang untuk masuk karena di
pintu rumahmu ada gorden bergambar patung-patung dan didalam rumah ada
anjing” HR. Bukhari dan Muslim).
Dekorasi masing-masing ruang tentunya
disesuaikan dengan karakter ruangnya. Pemilihan warna pada finishing
akhir dinding dan asesoris sebaiknya dipikirkan lebih teliti agar
terhindar dari warna yang ramai.
Setiap mengawali pada semua aktifitas lakukan do’a dan rumah selalu digunakan untuk sholat berjama’ah sekeluarga.
Daftar Pustaka
1. Abidin, Zainal Wajih.,(1997) Kebutuhan Muslim, Gema Insani Press
2. Al-Munajjid, Muhammad.,(1998) 40 Cara Mencapai Keluarga Bahagia,Gema Insani Press
3. Perkembangan Arsitektur dan Pendidikan Arsitek Di Indonesia., (1997) Gadjah Mada University Press
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar