Menuju Arsitektur Rumah Tinggal Islami

Diposting oleh MUHAMMAD ZIYAD ALQASSAM | 05.31 | | 0 komentar »

By On April 10, 2012
 
Budi Fathony,  Arsitektur Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang. Email budifathony21(at)yahoo.co.id
Peran arsitek dihadapkan dalam perencanaan dan perancangan arsitektur dituntut untuk lebih teliti dan tanggap terhadap lingkungan, kepuasan arsitek tidak sekedar wujud akhir disain apalagi tujuannya hanya materi semata. Tetapi mampu memberikan kepuasan pemakai secara individu maupun kelompok. Walaupun  proses yang dilakukan cukup lama namun konsep disain lebih dipertanggungjawabkan.
Penyelesaian komponen bangunan selalu disesuaikan dengan fungsi, lingkungan, perkembangan teknologi dan tata nilai yang ada pada masyarakat.
Karakter atau sifat suatu bangunan akan memberi dampak pada perkembangan pola hidup kebutuhan manusia dan lingkungannya.
Kenyataan adanya dialog antara bangunan dan lingkungan, mengharuskan para arsitek untuk dapat menjadi perencana setidak-tidaknya dapat menguasai atau mengerti masalah-masalah lingkungan kota maupun wilayah.
Karenanya perancangan suatu bangunan tidak dapat dilepaskan dari perancangan lingkungan maupun kota dan bila mungkin wilayahnya.
Seringkali karya arsitektur tidak cocok untuk suatu tempat cenderung dipaksakan dengan lingkungan yang ada, bahkan merubah tata ruang kawasan, kasus ini sering kali muncul disekitar kita pada bangunan berskala kecil maupun besar.
Sebaiknya  arsitek mampu membaca latar belakang sosial dan budaya, pemilik dapat menyampaikan informasi sejelas-jelasnya dengan konsep pada surat Al-Alaq ayat 1 ”Iqro’ bismi-robbikal ladzii khalaq artinya Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan”.
Walaupun arsitek dan pemilik mempunyai persepsi yang beda, diharapkan arsitek mampu menjadi komunikator yang baik dan  netral, untuk dapat menghasilkan suatu karya baik pula.
Kebanyakan manusia sebagai pemilik dan pemakai adalah berpikir secara verbal, hanya menilai obyek pada segi estetika saja, sedangkan arsitek selalu menggunakan bahasa gambar sebagai wujud akhir disain agar lebih mudah dicerna, Allah SWT selalu mengingatkan pada surat Al-Alaq ayat 5 “Allamal insaanaa maa lam ya’lam artinya Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui(nya)” disadari bahwa manusia sebenarnya tidak mempunyai kemampuan jika Allah SWT tidak berkehendak (Al-Alaq ayat 2 “Khalaqal insaana min alaq artinya Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”), belum tentu menjamin untuk diwujudkan semua karya-karya tersebut jika Allah SWT  belum meridhoi dengan belajar dari  pengalaman sebagai proses agar hasil akhir disain mempunyai jatidiri yang Islami.
Lingkungan yang baik tentunya akan menghasilkan prilaku manusia yang baik pula, dapat memberikan rasa aman dan nyaman secara psikologi demikian sebaliknya. Peran arsitek ternyata tidak cukup sekedar dapat melakukan tahap proses hingga terwujud, tetapi selama bangunan masih berfungsi, kokoh adalah menjadi tanggung jawab arsitek.

Sebagai home base, rumah tinggal mempunyai makna sebagai wadah qolbu dalam rumah tangga yang berfungsi tempat menenangkan jiwa, hati, dan raga manusia.
Tata ruang dalam rumah tinggal Islami dapat mencerminkan nilai-nilai hidup untuk selalu berupaya menjaga dan memperindah lingkungannya, baik fisik maupun spirit ibadahnya, baik yang menyangkut tata cara, cita-cita  dan nilai-nilai budaya Islami.
Rumah tinggal bagian dari arsitektur yang oleh manusia dibangun melalui proses budaya yang dimiliki, proses tersebut menunjukkan pula bahwa rumah tidak tumbuh dengan sendirinya melainkan oleh manusia yang mendapat aqidah dan moral yang baik dari Allah SWT, hal ini yang mendasari proses rancang tumbuhnya rumah tinggal bagi manusia dengan segala penutup auratnya.
Kebutuhan akan papan adalah penting disamping kebutuhan sandang dan pangan yang tidak dapat dipisah, karena rumah tinggal sebagai tempat pertemuan anggota keluarga suami, istri dan anak-anaknya, tempat peristirahatan mencari ketenangan lahir batin yang memiliki kehormatan sesuai dengan ajaran syariat dan tempat untuk mencari ridho melalui ibadah kepada Allah SWT.
Dalam Surat An-Nahl:80, Allah berfirman yang artinya :“Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal..” Terbentuknya rumah tinggal tentunya tidak sekedar adanya struktur-konstruksi yang mendukung dinding, lantai dan atap, tetapi dibuat serangkaian tujuan yang sangat kompleks, sehingga peran serta pemilik, arsitek tentunya mampu mewujudkan rancangan lebih manusiawi karena berfungsi untuk manusai.
Dengan  ide, gagasan dan imajinasi dalam pengupayaan ruang dan bentuk lebih terkonsep berdasarkan kaidah-kaidah  Islami.
Rumah tinggal juga sebagai kehormatan untuk pemiliknya, sebagai contoh seseorang tidak boleh masuk rumah orang lain tanpa ijin pemilik dan penghuninya. Bila tidak diijinkan atau minta ijin tiga kali tetapi tidak dijawab hendaklah ia meninggalkan rumah tersebut, Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum minta ijin dan memberi salam kepada penghuninya, yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat. Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat ijin. Dan jika dikatakan kepadamu”kembali (saja)lah”, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (An-Nur :27-28)   
Demikian terhormat dan santunnya prilaku bagi manusia yang bukan haknya  masuk rumah orang lain tanpa seijin pemilik, hal ini semata untuk saling menjaga ketenteraman dan keamanan bermasyarakat yang diinginkan semua orang. Tata cara yang diajarkan Allah SWT untuk memberikan pendidikan dalam etika moral secara Islami untuk kemaslahatan bagi manusia juga.
Kenyataan bahwa di beberapa rumah tinggal disekitar lingkungan kita yang mayoritas kaum muslim belum menampakkan jatidiri fisik yang Islami, cenderung mementingkan diri dari segi tampilan yang berlebihan, egois.
Diingatkan dalam Surat Al-‘Alaq ayat 6 “Kal-laa in-nal insaana layadh-ghaa”, artinya ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas” memang sulit membedakan antara rumah tinggal dengan bangunan bercorak “istana” kolom-kolom yang menjulang tinggi, dengan atap dan ukiran dari Spanyol (sparo-nyolong?).
Memilih tetangga sekitar rumah tinggal lebih utama, dibanding menentukan lokasi rencana rumah tinggal. Keberadaan tetangga memiliki pengaruh besar terhadap kekerabatan antar tetangga, untuk bersilaturrahim pada kegiatan sehari-hari dalam bersosialisasi dan budaya.
Memilih lokasi rumah dengan baik dan memperindah rancangannya, tidak diragukan bahwa seorang muslim yang sebenarnya akan menaruh perhatian pada cara pemilihan rumah dan merancangnya, yaitu perkara yang tidak akan diperhatikan mereka.
Sebaiknya lokasinya dekat masjid, dalam hal ini terdapat berbagai faedah yang amat besar nilainya. Akan lebih  memungkinkan para lelaki melaksanakan shalat jamaah dan para wanita untuk mendengarkan tilawah Al-Quran dan dzikir melalui pengeras suara.
Hal ini jika dilihat dari keadaan rumah-rumah tinggal sekarang yang semakin berdekatan, seperti kompleks perumahan tentunya sangat berbeda dalam kegiatan sosial pada hunian flat atau apartemen. Berbeda jauh jika di perkampungan relatif sikap gotong-royongnya yang tinggi.
Hendaknya rumah tinggal tidak berada pada bangunan yang ada kefasikan padanya, atau berada pada kompleks perumahan yang ada orang-orang kafir atau tempat maksiat.
Pelajari lebih awal untuk menentukan dimana lahan yang akan dibangun dengan berbagai dokumen resmi. Diharapkan tidak menimbulkan masalah dikemudian hari, kemudahan mendapatkan bahan bangunan, sarana dan prasarana jalan tidak mengganggu sirkulasi umum.
Sebelum membangun, sebaiknya arsitek mampu membuat rencana yang matang baik dari segi teknis, bukan non teknis yang bercampur klenik terutama pada saat menentukan hari menggali tanah, pasang konstruksi atap dan sebaginya karena sama sekali tidak ada hubungan dengan kekuatan konstruksi dan keindahan arsitekturnya.
Memberikan saran-saran yang baik dan netral kepada pemilik dengan tujuan tanggung jawab teknis, hal ini di dukung dengan sabda Rasulullah saw:
“Barangsiapa membangun suatu bangunan melebihi keperluannya (artinya bermegah-megahan) maka Allah akan menyuruhnya memikulnya di atas pundaknya pada hari kiamat” (HR.Thabrani)
Membangun rumah diharapkan dananya harus dari harta yang halal dan bersih, bukan menggunakan uang riba yang akan mengakibatkan murka Allah SWT. Dan yang ini akan berakibat fatal terhadap ujian dunia berupa sakit dan sering timbul konflik dalam membangun rumah tangga.
Perencanaan bangunan selalu berbicara tentang konsep ruang dan massa bangunan. Rupanya sejak filsuf Lao-Tzu dan Plato memulai memasalahkan konsep ruang dan konsep massa bangunan, sejak itu  perbedaan pendapat itu selalu diperhatikan dengan teliti oleh arsitek.
Lao-Tzu bertolak pada dasar TAO (The way of becoming) yang menekankan bahwa “yang tiada itu, adalah utama dalam membuat sesuatu bentuk nyata”, sedangkan Plato mendasarkan filsafatnya pada kenyataan bahwa “hanya sesuatu yang dapat diraba yang dianggap nyata” ini menjadi pertentangan antara filsafat timur dan barat, sebagai masyarakat timur dan Islami tentunya dapat menerapakan konsep tersebut diatas bahwa “yang tiada itu..” justru Allah SWT selalu ada yang lebih dekat dan mempunyai ruang disegala tempat melalui qalbu dan otak yang diciptakan untuk menggerakkan setiap langkah manusia.
Penataan ruang dalam adalah utama ditinjau dari segi hirarki dan karakter diantaranya (hal ini sama sekali tidak ada hubungan dengan fengsui atau hongsui!, karena bukan faham Islami, walaupun sebagian orang Islam masih menganut ini); terras depan, ruang tamu, ruang tidur utama (orang tua), ruang tidur anak (masih lajang), ruang sholat dengan tempat wudhu, ruang makan (ruang keluarga), dapur, ruang tidur pembantu, garasi, dan gudang ruang pembantu, dan kamar mandi/wc.
Luas tanah yang ada dibangun total alasannya demi keamanan pandangan kiri-kanan, sehingga tampilan samping bangunan tidak menyatu. Kurangnya memperhatikan ruang terbuka, ketinggian bangunan yang nyaris menjadi tidak seimbang dengan lingkungan sekitarnya pada akhirnya disain arsitekturanya  tidak total pada setiap tampang bangunannya,
Wujud akhir bangunan mewah berdampak timbulnya kecemburuan sosial, karena pemilik tidak sekedar mampu membangun tetapi bagaimana menciptakan keserasian ekologi lingkungan.
Bahkan belum terpikirkan dari segi perawatan, penempatan material bangunan diharapkan tidak mengganggu halaman orang lain atau fasilitas umum, perlunya proses ijin tetangga kiri-kanan dan muka-belakang guna menjaga ketentraman bermasyarakat.
Islam tidak bertentangan dengan apa yang telah dicapai oleh perkembangan Ipteks tentang seni arsitektur, bahkan Islam menuntut tiap muslim agar mengikuti teknologi dan syarat-syarat ilmiah dan alamnya bagi pembangunan rumah tinggal untuk mengamankan dan menyenangkan bagi penghuninya.
Posisi letak bangunan sangat berpengaruh terhadap kondisi udara di dalam ruang, pada disain tata ruang dalam tentunya tidak sama dengan posisi arah orientasi bangunan ke arah utara, selatan, timur dan barat.
Dalam menyambut hari Idul Fitri 1427 H kali ini, dapatlah menjadi evaluasi qalbu dalam berprilaku juga bagaimana hubungan dengan evaluasi purna huni yang ada, tidaklah harus renovasi total pada penataan ruang, cukup ada perubahan posisi tata letak perabotan yang ada, perlu ada pembersihan atau pengecatan.
Sebaiknya macam dan kebutuhan perabotan menyesuaikan ruang yang tersedia karena hubungan dengan tata letak perabotan dan sirkulasi ruang dalam.
Hal ini semata untuk memberikan suasana beda dan lahir  fitrah kembali dengan kebersihan, kedamaian dan kebahagiaan dalam menerima kunjungan silaturrahim bermasyarakat untuk saling menerima dan memberikan maaf selama hidup bertetangga.
Persiapan-persiapan menyambut datangnya Idul Fitri tidak harus ada pergantian total, tentunya sesuai dengan kemampuan ekonominya, walhasil berakhir dengan beban hidup semakin bertambah setelah Idul Fitri hanya mengejar gengsi dan takut dianggap miskin.
Terpenting adalah bagaimana menciptakan suasana didalam hati dan rumah tinggal sebagai salah satu wujud keberhasilan ibadah kepada Allah SWT selama sebulan penuh beribadah ramadhan.
Dalam perencanaan bangunan sebaiknya diperhatikan :a). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kenyaman dan kemampuan mental dan fisik penghuni : radiasi matahari, kesilauan, temperatur dan perubahan temperatur, curah hujan, gerakan udara, pencemaran udara; b). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keselamatan bangunan : gempa bumi, badai, hujan lebat dan banjir, gelombang pasang; c). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerusakan bangunan dan pelapukan bahan bangunan lebih awal : faktor-faktor pada butir (b), intensitas radiasi matahari yang kuat, kelembaban udara dan kondensasi yang tinggi, badai debu dan pasir, dan kandungan garam dalam udara.
Demikian halnya rumah merupakan nikmat Allah SWT, ketenangan jiwa merupakan tujuan adanya tempat tinggal dengan perencanaan tata ruang dalam yang terkait dengan kebutuhan ruang karena jumlah anggota keluarga, pilihan jumlah perabot dan peralatan rumah tangga juga untuk menunjang kesenangan dan ketenangan. Bisakah ketenangan atau ketentraman tampak bila di dalamnya banyak percekcokan dan permusuhan, atau terisi oleh tata cara jahiliyah?.
Agar dapat diterima secara universal maka perlu diperhatikan : a). Menyesuaikan antara wujud tampang bangunan (gaya arsitektur) dengan disain tata ruang dalam, sehingga suasana ruang dalam akan menyatu dengan pilihan model perabotan; b). Berlebihan pada tampilan ruang dalam karena tidak terencana dengan baik, karena sewaktu-waktu jika bosan mudah dirubah; c). Terdapat beberapa rancangan perabotan dari merek yang terkenal, ternyata kurang nyaman pada ukuran dengan besaran ruang; d). Ketergantungan pada produk serba mekanis, sehingga terjadinya krisis energi yang sebenarnya untuk kenyamanan semata.
Harapan Wujud Rumah Tinggal Secara Arsitektur Islami antara lain: a). Orientasi atau sumbu imajiner tempat sholat diutamakan menghadap QIBLAT, sehingga garis tersebut siku 90 derajat terhadap perencanaan tata ruang dalam rumah tinggal. (Yunus ayat 87 ”…dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat untuk shalat…”; b). Ketinggian pagar halaman depan sebaiknya tidak tertutup penuh tampang bangunan (solusi disain), agar dapat memperlihatkan wujud bangunan dengan ciri rumah tinggal secara jelas (bukan maksud riya’). Perlu ada perbedaan yang tegas pada disain antara pagar bangunan sebagai pembatas atau pengaman; c). Secara ideal luas bangunan berkisar antara 40%-60% dari luas lahan dengan ketentuan : ada sempadan depan dan belakang dengan halaman; lebih asri jika halaman di rencanakan adanya taman, sehingga setiap sisa tanah tidak tertutup bangunan yang berfungsi sebagai serapan air hujan; jika memungkinkan ada jarak bangunan minimal 1 meter pada kiri-kanan bangunan, untuk sirkulasi udara dan kemudahan jika terjadi kebakaran.
Penempatan septicktank dan sumur peresapan di dalam halaman sendiri; saluran air kotor depan rumah tinggal selalu di perhatikan kebersihan dan kelancaran air pembuangan; saluran air kotor harus tertutup dan tidak rusak; Tidak menggunakan halaman umum dan tetangga untuk keperluan penempatan bahan bangunan jika saatnya ada pelaksanaan.
Ketinggian bangunan sebaiknya menyesuaikan kebutuhan ruang di dalam agar proses pelaksanaan tidak mengganggu tetangga, apalagi dinding bangunan yang bersebelahan sengaja dibuat lubang angin atau jendela; Penempatan jemuran yang berada di lantai ke 2 sebaiknya nyaman dan aman pandangan tetangga; Penempatan tempat sampah sebaiknya terecana, tertutup dari pandangan dan dihalaman sendiri.
Pembagian ruang terdiri atas daerah (zonning), guna kejelasan posisi dan karakter masing-masing ruang  diantaranya ruang publik : akses jalan utama; ruang semi publik : halaman dan terras depan; ruang semi private : ruang tamu; ruang private sedang : ruang keluarga, ruang makan; ruang private : ruang tidur utama dan anak; ruang sakral dan: ruang sholat; ruang profan : kamar mandi dan wc .
Posisi penempatan Water Closed (kamar kecil) dihindari untuk tidak  menghadap dan membelakangi kiblat. (HR. Muslim: “Jika kamu jongkok untuk melakukan hajat, maka janganlah menghadap dan membelakangi arah kiblat”).
Jika perlu?, ruang tidur utama dekat dengan km/wc  atau (direncanakan km/wc dalam) selama dapat menjaga kebersihan dan sirkulasi udara nyaman, atau dapat direncanakan pada bagian belakang.
Ruang makan sebaiknya dihindari pandangan langsung dari ruang tamu atau dengan penyekat transparan. Posisi pintu utama rumah tinggal sebaiknya tidak menghadap langsung ke jalan umum guna menghindarkan pandangan langsung dari jalan umum. Alternatif penempatan bisa dilakukan dengan serong atau kesamping.
Hal ini memang harus diwujudkan dengan bahasa disain, karena masing-masing pemilik mempunyai konsep tinggal arsitek harus mampu menjawab keingingan pemilik.
Semua pintu ruang tidur sebaiknya tidak menghadap langsung ke ruang tamu, demikian pintu km/wc jika perlu ada penutup tambahan atau tirai. (HR. Abu Daud : Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Nabi Muhammad SAW, bersabda “Barangsiapa melaksanakan hajatnya, maka hendaklah bertutup-tutup”.
Penerangan ruang dalam sebaiknya lebih banyak sinar alami, jika ada penerangan buatan secukupnya. Penempatan jendela dan lubang sirkulasi disesuaikan dengan luas ruang yang di pakai, sebaiknya ada sirkulasi udara sebagai pergantian udara sekaligus untuk mengeringkan ruang yang lembab.
Tata ruang dalam rumah tinggal sangat terkait dengan karakter si pemilik, sehingga pilihan perabotan tidak semudah dipilih berdasarkan selera hasil disain produk walaupun merek terkenal dan mampu membeli.
Pemasangan asesoris gambar sebagai pelengkap ruang sebaiknya dengan kaligrafi untuk menampilkan ciri sebagai orang Islam, jika dpilih gambar pemandangan agar suasana lebih sejuk. “Nabi Muhammad SAW bersabda:” Telah datang malaikat Jibril kepadaku; “tadi malam aku datang kepadamu, tetapi aku terhalang untuk masuk karena di pintu rumahmu ada gorden bergambar patung-patung dan didalam rumah ada anjing” HR. Bukhari dan Muslim).
Dekorasi masing-masing ruang tentunya disesuaikan dengan karakter ruangnya. Pemilihan warna pada finishing akhir dinding dan asesoris sebaiknya dipikirkan lebih teliti agar terhindar dari warna yang ramai.
Setiap mengawali pada semua aktifitas lakukan do’a dan rumah selalu digunakan untuk sholat berjama’ah sekeluarga.
 Daftar Pustaka
1.        Abidin, Zainal Wajih.,(1997) Kebutuhan Muslim, Gema Insani Press
2.        Al-Munajjid, Muhammad.,(1998) 40 Cara Mencapai Keluarga Bahagia,Gema Insani Press
3.        Perkembangan Arsitektur dan Pendidikan Arsitek Di Indonesia., (1997) Gadjah Mada University Press
 

0 komentar

Posting Komentar