Masjid Agung Umayyah Simbol Kejayaan Peradaban Islam
Masjid Agung Umayyah memiliki peran yang amat penting dalam sejarah peradaban Islam. Secara historis dan budaya, masjid yang berdiri megah di jantung kota tua Damaskus, Suriah, itu merupakan salah satu tempat ibadah umat Islam yang paling tua. Inilah salah satu karya fenomenal dalam bidang arsitektur di era kekhalifahan yang menjadi simbol kejayaan dan kebanggaan peradaban Islam.
Arsitekturnya telah memberi pengaruh bagi seni bina masjid di seluruh dunia. Masjid Agung Umayyah yang diyakini sebagai salah satu tempat suci bagi kaum Muslimin, itu merupakan tempat lahirnya sejumlah elemen penting dalam dunia arsitektur Islam. Dari masjid inilah, arsitektur Islam mulai mengenal lengkungan ( horseshoe arch), menara segi empat, dan maksurah.
Berdirinya Masjid Agung Umayyah berawal dari kedatangan Islam di bawah pimpinan Khalid bin Al-Walid di Suriah pada 635 M. Dengan menjunjung semangat toleransi, umat Islam yang menguasai Damaskus memberi kebebasan bagi penganut Nasrani untuk beribadah. Kedua pemeluk agama samawi ini lalu bersepakat untuk membagi dua gereja St John.
Umat Islam beribadah di sebelah timur dan di bagian barat digunakan penganut Kristen sebagai gereja. Tempat ibadah kedua agama ini hanya dipisahkan dinding tembok. Berbilang waktu, jumlah umat Islam di Damaskus terus bertambah banyak. Sehingga, bangunan gereja yang dibagi dua itu tak lagi mampu menampung jumlah umat Islam yang kian bertambah banyak.
Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M) lalu memutuskan untuk membangun masjid yang megah. Umat Islam pun segera bernegoisasi dengan komunitas Kristen Damaskus. Lewat pembicaraan yang alot, akhirnya kedua belah pihak mencapai kata sepakat. Khalifah Al-Walid memutuskan untuk membeli lahan dan mulai membangun masjid yang sangat megah.
Sarjana Barat kerap menuding pembangunan Masjid Agung Umayyah sebagai bentuk intoleransi umat Islam. Benarkah? Tudingan itu ternyata salah kaprah. Sebuah studi yang dilakukan Golvyn L (1971) dalam bukunya berjudul, Art religieux des Umayyades de Syrie, membuktikan tuduhan itu tak benar dan tak berdasar. Golvyn berhasil meneliti teks yang ditulis Uskup Arculfe.
Dalam teks itu, sang uskup menyatakan kaum Muslimin memiliki masjid sendiri dan gereja St John dibangun umat Kristen di bawah pemerintahan Islam. Penjelasan Uskup Arculfe itu juga didukung dengan sejumlah teks. “Jadi, Masjid Agung Umayyah tak dibangun di atas reruntuhan gereja St John sebagaimana yang dituduhkan sarjana Barat,” papar Golvyn.
Proses pembangunan Masjid Agung Umayyah dimulai pada 87 H/705 M dan selesai pada 96 H/714 M. Biaya pembangunannya berasal dari pajak lahan pertanian ( kharaj) yang dipungut pemerintahan Dinasti Umayyah. Pembangunan masjid terbesar pertama di abad ke-8 M itu melibatkan para seniman dan tukang bangunan dari berbagai negeri, seperti Persia, India, Afrika Utara, Mesir, dan Bizantium.
Sejarawan Al-Muqadassi menuturkan, Raja Bizantium turut menawarkan para tukang bangunan dan seniman serta bahan bangunan untuk membantu proses pembangunan Masjid Agung Umayyah. Sehingga, kemudian muncul anggapan bahwa gaya arsitektur masjid itu meniru seni bina bangunan Bizantium. Namun, anggapan itu dibantah oleh aristektur Barat KAC Creswell dalam bukunya, Early Muslim Architecture, dan Strzygowski (1930).
“Masjid Agung Umayyah adalah murni hasil kerja umat Islam yang terinspirasi oleh gaya Persia,” papar kedua arsitektur kenamaan itu. Pada awalnya, masjid yang besar dan megah itu berdiri di atas lahan dengan panjang 157 meter dan lebar 100 meter serta terdiri atas dua bagian utama. Bagian halaman menempati hampir separuh area masjid dan dikelilingi serambi yang melengkung.
Bangunan masjid itu tampak megah dengan ditutupi kubah yang indah. Pada masjid itu juga terdapat tempat khusus untuk menampung zakat atau pendapatan negara yang bernama baitul mal. Bangunan baitul mal yang berada di sisi halaman sebelah barat itu pertama kali didirikan oleh Khalifah Al-Mahdi pada 778 M. Halaman masjid yang berbentuk persegi empat dibiarkan terbuka karena terinspirasi Masjid Nabi Muhammad SAW di Madinah.
Masjid ini dihiasi dengan tiga menara yang menjulang di langit Damaskus. Tiga menara yang menemani bangunan masjid yang megah itu terbilang unik. Sebab, biasanya jumlah menara yang ada pada masjid jumlahnya satu, dua, empat, atau tujuh seperti yang terdapat di Al-Haram As-Sharif (Kaabah).
Bentuk menaranya yang segi empat menandakan masjid inilah yang pertama kali menggunakan minaret. Terdapat tiga pintu utama untuk memasuki area Masjid Agung Umayyah. Pintu utama pertama terdapat di tengah tembok sebelah utara. Dua pintu lainnya terdapat di sisi tembok sebelah timur (bab jayru) dan sebelah barat (bab ziyada).
Di era kekhalifahan Islam, Masjid Agung Umayyah menjadi pusat kegiatan umat. Dari masjid inilah peradaban Islam terus berkembang luas hingga mencapai benua Asia, Afrika, dan Eropa. Pada masa itu, masjid tak hanya menjadi tempat untuk beribadah, namun juga menjadi pusat aktivitas ilmu pengetahuan.
Masjid Agung Umayyah makin bertambah istimewa karena berdiri di atas areal bersejarah pra-Islam. Para sejarawan kerap menghubungkan masjid ini dengan sejumlah tokoh agama yang termasyhur. Lahan yang dibangun masjid tersebut ternyata adalah makam Nabi Yahya AS. Sejarawan Ibnu al-Faqih melaporkan bahwa Zaid Ibnu Al-Waqid, yang memimpin pembangunan masjid menemukan tengkorak Nabi Yahya di dekat sebuah reruntuhan.
Khalifah Al-Walid lalu memerintahkan agar tengkorak Nabi Yahya itu dikuburkan di salah satu dermaga masjid yang kemudian dikenal sebagai Amud al-Sakasik. Sejarawan Harawi pada 1173 M mencatat bahwa tiang marmet berwarna hitam dan putih yang menopang kubah Al-Nasr (kubah di depan mihrah) masjid itu merupakan tahta Bilqis, ratu Saba di era Nabi Sulaiman AS. Menara sebelah timur atau yang biasa disebut sebagai Menara Isa diyakini sebagai tempat akan turunnya Nabi Isa AS. Hingga kini, Masjid Agung Umayyah yang dibangun 14 abad lalu masih berdiri dengan megah dan indah. hri
(-)
Arsitektur di Era Kekhalifahan Umayyah
Selama 89 tahun berkuasa, Dinasti Umayyah (661-750) mampu memperluas wilayah kekuasaan Islam. Kekhalifahan Umayyah yang berpusat di Damaskus, Suriah, mengatur wilayah kekuasaannya hingga ke Tashken di wilayah timur dan hingga wilayah pegunungan Pyrenee di sebelah barat. Kekhalifahan Umayyah sudah mampu mengatur pemerintahan dan perdagangan.
Ditopang perekonomian yang kuat, Dinasti Umayyah telah mampu melakukan pembangunan. Di era inilah mulai dibangun Masjid Kubah Batu ( Dome of Rock) di Yerusalem dan Masjid Agung di Damaskus yang dikenal dengan nama Masjid Agung Umayyah. Periode kejayaan Umayyah ditandai dengan pencapaian dalam bidang arsitektur. Dikuasainya wilayah Irak, Iran, dan Suriah oleh umat Islam berkontribusi dalam perkembangan seni dan arsitektur.
Dinasti Umayyah telah memberi peran dan pengaruh yang besar dalam arsitektur Masjid. Pada 673 M, Muawiyahpemimpin pertama Dinasti Umayyah–mulai memperkenalkan menara. Menara masjid pertama dibangun pada Masjid Amr Ibn-Al-Ash. Di masjid itu, ia membangun empat menara sebagai tempat untuk mengumandangkan adzan.
Dalam proses pembangunan Masjid Agung Umayyah, dinasti ini juga mulai memperkenalkan sejumlah teknik arstitektur baru khas Islam. Salah satunya adalah lengkungan pada arsitektur masjid. Pada era kekuasaan Dinasti Umayyah yang ditandai dengan kemakmuran juga diperkenalkan elemen-elemen fungsional dan struktural utama dalam arsitektur masjid, seperti menara, mihrab, maksurah, dan kubah.
Seni dekorasi juga mulai berkembang menjadi seni Islami melalui penggunaan kalgrafi dengan tulisan indah kufi. Kaca mozaik juga mulai diperkenalkan pada masa itu. Setelah ditumbangkan Dinasti Abbasiyah pada 750 M, Dinasti Umayyah juga turut membangun sederet karya arsitektur monumental di Spanyol. Hingga kini, karya arsitektur peninggalan Dinasti Umayyah masih mengagumkan. hri
Dari masa ke masa
Sejak dibangun pada 705 M, Masjid Agung Umayyah dari masa ke masa mengalami banyak perubahan dan modifikasi. Terlebih, dunia Islam selalu mengalami perubahan kekuasaan dari satu dinasti ke dinasti lainnya. Berikut perjalannya dari masa ke masa:
Tahun 705 M: Proses pembangunan Masjid Agung Umayyah dimulai. Para arsitektur menyatakan, masjid ini murni hasil karya umat Islam dan tak meniru arsitektur Bizantium, namun terinspirasi gaya arsitektur Persia. Dibangun dengan dana yang dikumpulkan dari pajak tanah pertanian.
Tahun 714 M: Masjid Agung Umayyah selesai dibangun di atas lahan dengan panjang 157 meter dan lebar 100 meter. Pembangunannya membutuhkan waktu hampir satu dasawarsa.
Tahun 715 M: Khalifah Al-Walid I membangun sebuah maksurah yang membungkus mihrab (ceruk) dan mimbar.
Tahun 778 M: Khalifah Al-Mahdi membangun Baitul Mal (Kas Negara) di areal Masjid Agung Umayyah.
Tahun 1068-1069 M: Masjid Agung Umayyah hancur dilalap si jago merah, kecuali bagian temboknya.
Tahun 1082-1083 M: Masjid itu lalu dibangun kembali oleh pemimpin Dinasti Seljuk Tutuch dan Perdana Menteri Malik Shah.
Tahun 1166 M: Kebakaran kedua kembali terjadi menghancurkan gerbang bagian timur (Bab Jyrun).
Tahun 1174 M: Kembali terjadi kebakaran yang merusak menara bagian utara (Midhanat al-Arus).
Tahun 1202 M: Gempa bumi merusak bagian Masjid Umayyah.
Tahun 1206 M: Lantai halaman diperbaiki.
Tahun 1214 M: Lantai masjid ditutup dengan marmer.
Tahun 1216 M: Perbaikan kubah dilakukan.
Tahun 1247 M: Menara sebelah tenggara hancur dilalap si jago merah dan diperbaiki dua tahun kemudian.
Tahun 1326-1328 M: Dinding bagian barat Masjid dibangun kembali dan dihiasi dengan mozaik.
Tahun 1401 M: Dinasti Mughal menginvansi Damaskus. Halaman masjid dijadikan tempat penyimpanan senjata berat. Seluruh masjid dijadikan barak tentara.
Tahun 1479 M: Kebakaran kembali terjadi dan menghancurkan menara sebelah barat, Bab Al-Ziyada, dan Bab Al-Barid.
Abad ke-17 M : Menara Nabi Isa AS dibangun kembali.
Tahun 1904-1910 M: Masjid Agung Umayyah kembali dibangun dengan megah. Tiang-tiang dan kubah diganti. hri
Berdirinya Masjid Agung Umayyah berawal dari kedatangan Islam di bawah pimpinan Khalid bin Al-Walid di Suriah pada 635 M. Dengan menjunjung semangat toleransi, umat Islam yang menguasai Damaskus memberi kebebasan bagi penganut Nasrani untuk beribadah. Kedua pemeluk agama samawi ini lalu bersepakat untuk membagi dua gereja St John.
Umat Islam beribadah di sebelah timur dan di bagian barat digunakan penganut Kristen sebagai gereja. Tempat ibadah kedua agama ini hanya dipisahkan dinding tembok. Berbilang waktu, jumlah umat Islam di Damaskus terus bertambah banyak. Sehingga, bangunan gereja yang dibagi dua itu tak lagi mampu menampung jumlah umat Islam yang kian bertambah banyak.
Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M) lalu memutuskan untuk membangun masjid yang megah. Umat Islam pun segera bernegoisasi dengan komunitas Kristen Damaskus. Lewat pembicaraan yang alot, akhirnya kedua belah pihak mencapai kata sepakat. Khalifah Al-Walid memutuskan untuk membeli lahan dan mulai membangun masjid yang sangat megah.
Sarjana Barat kerap menuding pembangunan Masjid Agung Umayyah sebagai bentuk intoleransi umat Islam. Benarkah? Tudingan itu ternyata salah kaprah. Sebuah studi yang dilakukan Golvyn L (1971) dalam bukunya berjudul, Art religieux des Umayyades de Syrie, membuktikan tuduhan itu tak benar dan tak berdasar. Golvyn berhasil meneliti teks yang ditulis Uskup Arculfe.
Dalam teks itu, sang uskup menyatakan kaum Muslimin memiliki masjid sendiri dan gereja St John dibangun umat Kristen di bawah pemerintahan Islam. Penjelasan Uskup Arculfe itu juga didukung dengan sejumlah teks. “Jadi, Masjid Agung Umayyah tak dibangun di atas reruntuhan gereja St John sebagaimana yang dituduhkan sarjana Barat,” papar Golvyn.
Proses pembangunan Masjid Agung Umayyah dimulai pada 87 H/705 M dan selesai pada 96 H/714 M. Biaya pembangunannya berasal dari pajak lahan pertanian ( kharaj) yang dipungut pemerintahan Dinasti Umayyah. Pembangunan masjid terbesar pertama di abad ke-8 M itu melibatkan para seniman dan tukang bangunan dari berbagai negeri, seperti Persia, India, Afrika Utara, Mesir, dan Bizantium.
Sejarawan Al-Muqadassi menuturkan, Raja Bizantium turut menawarkan para tukang bangunan dan seniman serta bahan bangunan untuk membantu proses pembangunan Masjid Agung Umayyah. Sehingga, kemudian muncul anggapan bahwa gaya arsitektur masjid itu meniru seni bina bangunan Bizantium. Namun, anggapan itu dibantah oleh aristektur Barat KAC Creswell dalam bukunya, Early Muslim Architecture, dan Strzygowski (1930).
“Masjid Agung Umayyah adalah murni hasil kerja umat Islam yang terinspirasi oleh gaya Persia,” papar kedua arsitektur kenamaan itu. Pada awalnya, masjid yang besar dan megah itu berdiri di atas lahan dengan panjang 157 meter dan lebar 100 meter serta terdiri atas dua bagian utama. Bagian halaman menempati hampir separuh area masjid dan dikelilingi serambi yang melengkung.
Bangunan masjid itu tampak megah dengan ditutupi kubah yang indah. Pada masjid itu juga terdapat tempat khusus untuk menampung zakat atau pendapatan negara yang bernama baitul mal. Bangunan baitul mal yang berada di sisi halaman sebelah barat itu pertama kali didirikan oleh Khalifah Al-Mahdi pada 778 M. Halaman masjid yang berbentuk persegi empat dibiarkan terbuka karena terinspirasi Masjid Nabi Muhammad SAW di Madinah.
Masjid ini dihiasi dengan tiga menara yang menjulang di langit Damaskus. Tiga menara yang menemani bangunan masjid yang megah itu terbilang unik. Sebab, biasanya jumlah menara yang ada pada masjid jumlahnya satu, dua, empat, atau tujuh seperti yang terdapat di Al-Haram As-Sharif (Kaabah).
Bentuk menaranya yang segi empat menandakan masjid inilah yang pertama kali menggunakan minaret. Terdapat tiga pintu utama untuk memasuki area Masjid Agung Umayyah. Pintu utama pertama terdapat di tengah tembok sebelah utara. Dua pintu lainnya terdapat di sisi tembok sebelah timur (bab jayru) dan sebelah barat (bab ziyada).
Di era kekhalifahan Islam, Masjid Agung Umayyah menjadi pusat kegiatan umat. Dari masjid inilah peradaban Islam terus berkembang luas hingga mencapai benua Asia, Afrika, dan Eropa. Pada masa itu, masjid tak hanya menjadi tempat untuk beribadah, namun juga menjadi pusat aktivitas ilmu pengetahuan.
Masjid Agung Umayyah makin bertambah istimewa karena berdiri di atas areal bersejarah pra-Islam. Para sejarawan kerap menghubungkan masjid ini dengan sejumlah tokoh agama yang termasyhur. Lahan yang dibangun masjid tersebut ternyata adalah makam Nabi Yahya AS. Sejarawan Ibnu al-Faqih melaporkan bahwa Zaid Ibnu Al-Waqid, yang memimpin pembangunan masjid menemukan tengkorak Nabi Yahya di dekat sebuah reruntuhan.
Khalifah Al-Walid lalu memerintahkan agar tengkorak Nabi Yahya itu dikuburkan di salah satu dermaga masjid yang kemudian dikenal sebagai Amud al-Sakasik. Sejarawan Harawi pada 1173 M mencatat bahwa tiang marmet berwarna hitam dan putih yang menopang kubah Al-Nasr (kubah di depan mihrah) masjid itu merupakan tahta Bilqis, ratu Saba di era Nabi Sulaiman AS. Menara sebelah timur atau yang biasa disebut sebagai Menara Isa diyakini sebagai tempat akan turunnya Nabi Isa AS. Hingga kini, Masjid Agung Umayyah yang dibangun 14 abad lalu masih berdiri dengan megah dan indah. hri
(-)
Arsitektur di Era Kekhalifahan Umayyah
Selama 89 tahun berkuasa, Dinasti Umayyah (661-750) mampu memperluas wilayah kekuasaan Islam. Kekhalifahan Umayyah yang berpusat di Damaskus, Suriah, mengatur wilayah kekuasaannya hingga ke Tashken di wilayah timur dan hingga wilayah pegunungan Pyrenee di sebelah barat. Kekhalifahan Umayyah sudah mampu mengatur pemerintahan dan perdagangan.
Ditopang perekonomian yang kuat, Dinasti Umayyah telah mampu melakukan pembangunan. Di era inilah mulai dibangun Masjid Kubah Batu ( Dome of Rock) di Yerusalem dan Masjid Agung di Damaskus yang dikenal dengan nama Masjid Agung Umayyah. Periode kejayaan Umayyah ditandai dengan pencapaian dalam bidang arsitektur. Dikuasainya wilayah Irak, Iran, dan Suriah oleh umat Islam berkontribusi dalam perkembangan seni dan arsitektur.
Dinasti Umayyah telah memberi peran dan pengaruh yang besar dalam arsitektur Masjid. Pada 673 M, Muawiyahpemimpin pertama Dinasti Umayyah–mulai memperkenalkan menara. Menara masjid pertama dibangun pada Masjid Amr Ibn-Al-Ash. Di masjid itu, ia membangun empat menara sebagai tempat untuk mengumandangkan adzan.
Dalam proses pembangunan Masjid Agung Umayyah, dinasti ini juga mulai memperkenalkan sejumlah teknik arstitektur baru khas Islam. Salah satunya adalah lengkungan pada arsitektur masjid. Pada era kekuasaan Dinasti Umayyah yang ditandai dengan kemakmuran juga diperkenalkan elemen-elemen fungsional dan struktural utama dalam arsitektur masjid, seperti menara, mihrab, maksurah, dan kubah.
Seni dekorasi juga mulai berkembang menjadi seni Islami melalui penggunaan kalgrafi dengan tulisan indah kufi. Kaca mozaik juga mulai diperkenalkan pada masa itu. Setelah ditumbangkan Dinasti Abbasiyah pada 750 M, Dinasti Umayyah juga turut membangun sederet karya arsitektur monumental di Spanyol. Hingga kini, karya arsitektur peninggalan Dinasti Umayyah masih mengagumkan. hri
Dari masa ke masa
Sejak dibangun pada 705 M, Masjid Agung Umayyah dari masa ke masa mengalami banyak perubahan dan modifikasi. Terlebih, dunia Islam selalu mengalami perubahan kekuasaan dari satu dinasti ke dinasti lainnya. Berikut perjalannya dari masa ke masa:
Tahun 705 M: Proses pembangunan Masjid Agung Umayyah dimulai. Para arsitektur menyatakan, masjid ini murni hasil karya umat Islam dan tak meniru arsitektur Bizantium, namun terinspirasi gaya arsitektur Persia. Dibangun dengan dana yang dikumpulkan dari pajak tanah pertanian.
Tahun 714 M: Masjid Agung Umayyah selesai dibangun di atas lahan dengan panjang 157 meter dan lebar 100 meter. Pembangunannya membutuhkan waktu hampir satu dasawarsa.
Tahun 715 M: Khalifah Al-Walid I membangun sebuah maksurah yang membungkus mihrab (ceruk) dan mimbar.
Tahun 778 M: Khalifah Al-Mahdi membangun Baitul Mal (Kas Negara) di areal Masjid Agung Umayyah.
Tahun 1068-1069 M: Masjid Agung Umayyah hancur dilalap si jago merah, kecuali bagian temboknya.
Tahun 1082-1083 M: Masjid itu lalu dibangun kembali oleh pemimpin Dinasti Seljuk Tutuch dan Perdana Menteri Malik Shah.
Tahun 1166 M: Kebakaran kedua kembali terjadi menghancurkan gerbang bagian timur (Bab Jyrun).
Tahun 1174 M: Kembali terjadi kebakaran yang merusak menara bagian utara (Midhanat al-Arus).
Tahun 1202 M: Gempa bumi merusak bagian Masjid Umayyah.
Tahun 1206 M: Lantai halaman diperbaiki.
Tahun 1214 M: Lantai masjid ditutup dengan marmer.
Tahun 1216 M: Perbaikan kubah dilakukan.
Tahun 1247 M: Menara sebelah tenggara hancur dilalap si jago merah dan diperbaiki dua tahun kemudian.
Tahun 1326-1328 M: Dinding bagian barat Masjid dibangun kembali dan dihiasi dengan mozaik.
Tahun 1401 M: Dinasti Mughal menginvansi Damaskus. Halaman masjid dijadikan tempat penyimpanan senjata berat. Seluruh masjid dijadikan barak tentara.
Tahun 1479 M: Kebakaran kembali terjadi dan menghancurkan menara sebelah barat, Bab Al-Ziyada, dan Bab Al-Barid.
Abad ke-17 M : Menara Nabi Isa AS dibangun kembali.
Tahun 1904-1910 M: Masjid Agung Umayyah kembali dibangun dengan megah. Tiang-tiang dan kubah diganti. hri
Komentar
Posting Komentar